Gunung Toba - Petaka Terdahsyat Umat Manusia
Selalu ada hikmah di balik bencana. Analogi ini kiranya tepat untuk menggambarkan fakta di balik keindahan Danau Toba di Sumatera Utara.
Mengapa? Karena siapa yang mengira bila keindahan danau dengan Pulau Samosir di tengahnya itu merupakan hasil dari petaka terdahsyat yang pernah dialami oleh umat manusia, yaitu letusan Gunung Toba.
Tepatnya pada 74 ribu tahun lalu, selama enam tahun langit menjadi gelap dan sinar matahari sukar menembus kepekatan udara. Begitu pun suhu global, turun antara 5-10 derajat celcius. hal itu mengakibatkan suhu di permukaan terasa lebih dingin selama hampir satu dekade.
Perubahan ekstrem tersebut dikarenakan adanya jutaan metrik ton debu hasil letusan, sulfur, dan bermacam partikel lainnya yang menutupi lapisan atmosfer bumi.
Akibat lebih jauhnya bisa ditebak, sebagian besar kehidupan di bumi musnah, termasuk umat manusia. Beberapa peradaban yang dibangun turut hilang (lost civilisation) dan hingga kini sulit kembali ditelusuri jejaknya. Yang tertinggal hanyalah tuturan dalam bentuk mitos atau legenda di masyarakat.
Letusan Supervolcano
Sebelum letusan super dahsyat (supervolcano) itu terjadi, Gunung Toba sudah pernah meletus beberapa kali. Letusan pertama diperkirakan terjadi sekitar 800 ribu tahun lampau. Lumayan besar dan menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba saat ini, yakni di daerah Prapat dan Porsea.
Beberapa ribu tahun kemudian, letusan kembali terjadi. Diperkirakan sekitar 500 ribu tahun silam. Meskipun daya letus gunung tak sebesar letusan pertama, namun cukup membuat terciptanya kaldera di kawasan utara Danau Toba, yaitu di daerah yang terletak antara Silalahi dan Haranggaol.
Pada letusan ketiga, terjadilah supervolcano itu. Letusan yang akan diingat hingga sekarang sebagai letusan gunung berapi terdahsyat sepanjang sejarah manusia. Menghasilkan kaldera seluas Danau Toba kini. Kedahsyatannya melegenda dan belum tertandingi hingga masa sekarang.
Untuk bahan perbandingan saja, letusan Gunung Krakatau pada 1883 dan setara dengan kekuatan 10 megaton TNT, itu belum seberapa dibanding letusan Gunung Toba. Apabila dianalogikan dengan perilaku manusia, letusan Krakatau layaknya manusia yang sedang bersendawa. Adapun letusan Toba, seperti teriakan lantang dan keras.
Dahsyatnya ledakan Gunung Toba, mengalahkan ledakan hiroshima & nagasaki.
Padahal, kekuatan letusan gunung Krakatau jika dibandingkan dengan bom nuklir Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II yang hanya memiliki daya ledak 0,015 megaton TNT, sudah sangat menakjubkan.
Bisa dibayangkan betapa luar biasanya daya ledak yang terjadi saat Gunung Toba meletus. Letusan super dahsyat itu pun disusul dengan tsunami raksasa. Menyapu bersih daerah pesisir dan menenggelamkan sebagian daratan yang dulu pernah ada.
Terakhir, dampak dari letusan supervolcano adalah muntahan berupa 2.800 kilometer kubik abu dan menyebar menutupi atmosfer bumi.
Seperti telah disebutkan bahwa dampak terakhir ini (abu muntahan gunung) dikatakan sebagai penyebab utama berkurangnya populasi manusia hingga hanya tersisa lima ribu sampai sepuluh ribu manusia saja. Jenis manusia yang merupakan nenek moyang umat manusia zaman sekarang.
Gunung Toba dan Danau Toba
Lalu, di mana Gunung Toba itu kini berada? Menurut para pakar vulkanologi, gunung yang telah ada pada zaman prasejarah tersebut ‘berdiam’ tepat di bawah dasar dari Danau Toba di Sumatera Utara. Sebuah danau nan indah yang tercipta hasil dari letusan gunung berapi puluhan ribu silam.
Bagi mereka yang tidak mengetahui sejarah terbentuknya Danau Toba, memang tidak akan tebersit bila danau itu sejatinya adalah sebuah kaldera, yaitu kawah dari gunung berapi yang terjadi karena runtuhnya puncak gunung berapi sehingga terbentuk cekungan.
Lazimnya, kaldera pada gunung berapi seluas ratusan meter. Namun, kaldera pada supervolcano seperti Toba, memiliki luas menakjubkan yakni mencapai puluhan kilometer.
Dan itulah yang terjadi pada Danau Toba sebagai kaldera dari letusan gunung berapi yang kini ‘mati suri’. Artinya, gunung di dasar danau tersebut berpotensi untuk menyemburkan kembali magmanya dan mengulang kejadian serupa berupa letusan super dahsyat.
Ketika gempa besar mengguncang Aceh dan Sumatera Utara pada Desember 2004 lalu, beberapa anak gunung dari Toba seperti Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak mulai aktif kembali. Bahkan, Gunung Sinabung tercatat meletus pada Agustus 2010.
Sebelumnya, gunung berketinggian 2460 meter di atas permukaan laut itu mulai mengepulkan asap hitam pekat. Tanda-tanda akan meletusnya suatu gunung. Untunglah, letusan gunung yang berada di Tanah Karo dan tak jauh dari Danau Toba, tidak memicu induknya, yaitu Gunung Toba untuk bangun dari tidur panjang.
Bisa terbayangkan kengerian seperti apa yang bakal terjadi bila supervolcano itu aktif kembali. Bukan hanya petaka bagi penduduk sekitar Danau Toba, tapi juga bencana untuk penduduk nusantara hingga seluruh dunia. Persis seperti petaka yang memusnahkan sebagian besar kehidupan zaman prasejarah.
Adapun untuk proses terbentuknya Danau Toba, tidak berlangsung singkat. Perlu waktu ribuan tahun. Berawal dari mendinginnya suhu kaldera karena mulai tidak aktifnya pembakaran di kantong magma di bawah kaldera. Lalu, perubahan cuaca membantu mempercepat proses kaldera menjadi dingin.
Setelah itu, kaldera yang telah mendingin dan menyisakan cekungan seluas puluhan kilometer, sedikit demi terisi oleh air hujan. Menutupi seluruh cekungan dan akhirnya terbentuk sebuah danau lengkap dengan ekosistem makhluk hidup di dalamnya. Danau ini kemudian dikenal dengan nama Danau Toba. Danau terindah dan terluas di kawasan Asia Tenggara.
Awal Mula Suku Batak
Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa kehadiran Danau Toba dengan segala pesonanya, mengundang sekelompok manusia untuk berdiam di sekitar danau.
Membangun perkampungan dan semakin lama semakin meluas hingga tercipta suatu masyarakat yang memiliki sikap hidup dan tradisi serupa atau dikenal dengan istilah kesukuan. Suku itu adalah Batak.
Hanya saja, belum ada sumber pasti yang menyebutkan kapan tepatnya Danau Toba mulai ditinggali oleh suku Batak.
Sebagian besar ahli sejarah berpatokan pada beberapa bukti arkeologi yang menginformasikan bahwa telah ada kehidupan manusia di sekitar Danau Toba pada zaman logam (perundagian), yaitu zaman setelah neolitikum (batu muda), sekitar 1.000 - 2.000 tahun silam.
Ini berarti ada rentang waktu sangat lama antara letusan Gunung Toba yang menghancurkan peradaban di sekitar kawasan tersebut, hingga muncul peradaban baru.
Adapun sebagai salah satu suku bangsa yang mendiami wilayah Tapanuli, Sumatera Timur dan Sumatera Utara (termasuk Danau Toba di dalamnya), suku Batak terdiri atas beberapa sub suku, yaitu Batak Toba, Batak Pakpak, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Rata-rata sub suku tersebut menganut agama Kristen dan Islam. Sebagian kecil masih ada yang menganut agama Malim (Parmalim) dan animisme (Sipele Begu atau Parbegu) warisan zaman prasejarah.
Khusus untuk agama Malim, dapat dikatakan sebagai agama khas suku Batak dan tidak bersifat universal karena hanya untuk orang Batak.
Nah, jika melihat jejak rekam sejarah yang dimulai dari letusan Gunung Toba, musnahnya beberapa peradaban dan sebagian besar umat manusia, terciptanya kaldera seluas puluhan kilometer, lalu terbentuknya Danau Toba, dan kemudian muncul peradaban baru yang diusung oleh suku Batak, menorehkan pelajaran berharga bagi kita semua.
Bahwa kehidupan di bumi ini berupa siklus yang hanya terdiri atas dua hal, yakni dimulai dari penciptaan, disusul dengan kehancuran. Penciptaan kembali dan kemudian kehancuran, begitu seterusnya. Selalu berulang hingga kiamat yang membawa kehancuran di bumi untuk selama-lamanya.
Artinya, bila saat ini kita berada di fase penciptaan kembali (terbentuknya Danau Toba) setelah fase penghancuran (letusan Gunung Toba), maka bersiap-siaplah siklus itu berulang. Akan datang suatu masa ketika Gunung Toba kembali aktif dan menimbulkan petaka seperti sebelum-sebelumnya. Petaka terdahsyat bagi umat manusia.
Posting Komentar untuk "Gunung Toba - Petaka Terdahsyat Umat Manusia"