Filsafat Adalah Cinta Terhadap Kebenaran
Dalam ilmu Biologi, manusia digolongkan ke dalam keluarga (family) mamalia alias hewan yang menyusui. Kita jangan marah dengan pengelompokan ini. Memang, secara fisik manusia tidak jauh berbeda dengan hewan, hanya saja fisik manusia lebih sempurna.
Secara genetik pun struktur genetik manusia hanya berbeda beberapa persen saja dari hewan, seperti dengan simpanse dan tikus. Semua ini menjadi wajar adanya karena baik pencipta manusia maupun pencipta hewan adalah sama: Tuhan Yang Maha Esa.
Di antara “kesamaan” atau “kemiripan” fisik tersebut, manusia dan hewan tetap memiliki perbedaan mendasar yang menjadikan kualitas keduanya jauh berbeda. Apakah yang membedakan keduanya? Kepemilikan akal-lah yang membedakan antara manusia dengan hewan.
Manusia dikaruniai akal, sedangkan hewan tidak sehingga manusia bisa berpikir. Itulah mengapa, dalam ilmu mantiq (logika), ada ungkapan yang mengatakan bahwa al-Insanu hayawanun nathiqun; manusia adalah hewan yang berpikir. Di antara semua “keluarga hewan” manusialah satu-satunya hewan yang bisa berpikir.
Aktivitas berpikir selanjutnya membawa manusia untuk bertanya tentang apa yang dilihat, disentuh, dibaui, didengar, dipikirkan, dan semua yang dirasakan serta dipikirkannya. Mengapa manusia bertanya? Adalah suatu kepastian, manusia bertanya untuk mencari jawaban.
Jawaban seperti apa? Tentu saja jawaban yang benar. Ketika manusia bertanya tentang sesuatu, baik yang remeh temeh maupun yang esensial dalam hidup, pastilah ia ingin mendapatkan kebenaran tentang hal tersebut. Mencari jawaban sejatinya adalah mencari kebenaran.
Dengan demikian, mencari jawaban tentang Tuhan, tentang semesta alam beserta segala komponennya, atau bertanya tentang manusia, pada hakikatnya adalah mencari kebenaran tentang Tuhan, alam, dan manusia itu sendiri. Itulah mengapa manusia disebut sebagai makhluk pencari kebenaran.
Proses bertanya untuk mencari kebenaran inilah yang kemudian melahirkan filsafat. Dilihat dari asal katanya, filsafat sudah mencerminkan proses pencarian kebenaran. Filsafat yang berasal dari bahasa Yunani (philosophia) terdiri atas dua kata, yaitu philo dan sophia.
Philo berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan atau kebenaran. Dengan demikian, filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan atau cinta terhadap kebenaran.
Berdasarkan pengertian ini, semua jenis kebenaran yang dihasilkan dari proses bertanya dan mencari jawaban -termasuk semua jenis ilmu pengetahuan- tercakup dalam filsafat. Itulah mengapa, pada masa-masa awal perkembangan peradaban manusia, semua istilah filsafat semakna dengan ilmu pengetahuan, apa pun corak dan jenisnya.
Namun, seiring berkembangnya pengetahuan dan pengalaman manusia plus semakin banyaknya fenomena alam dan sosial yang berhasil diungkap, manusia pun mulai membagi-bagi pengalaman yang dimilikinya itu ke dalam berbagai bidang yang memiliki ilmu pengetahuannya sendiri-sendiri. Inilah yang menandai munculnya berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Pada akhirnya, perkembangan ini menjadikan bidang kajian filsafat semakin menyempit. Filsafat tidak lagi meliputi semua ilmu pengetahuan.
Bidang-bidang keilmuan yang masih menjadi bagian dari filsafat antara lain: metafisika, logika, etika, estetika, epistemologi, dan filsafat-filsafat khusus semacam filsafat sejarah, filsafat hukum, filsafat agama, dan sebagainya.
Kini, filsafat pun menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri yang terfokus pada upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau persoalan yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan karena persoalan tersebut berada di luar atau di atas jangkauan ilmu pengetahuan yang biasa.
Kekhususan kajian filsafat tersebut jelas terlihat dari definisi yang diungkapkan para sarjana. Prof. Dr. Fuad Hasan misalnya, ia mendefinisikan filsafat adalah sebuah usaha untuk berpikir secara radikal, dalam arti berpikir dari radix atau akarnya suatu gejala atau hal yang hendak dipermasalahkan.
Dengan cara semacam ini, filsafat berusaha untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang bersifat universal.
Posting Komentar untuk " Filsafat Adalah Cinta Terhadap Kebenaran"