Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Filsafat Abad Pertengahan

Filsafat Abad Pertengahan
credit:[email protected]_buku

Apabila dunia filsafat kita bagi menjadi beberapa fase, setidaknya ada empat fase filsafat. Filsafat Klasik (Yunani), Filsafat Abad Pertengahan, Filsafat Modern, dan Filsafat Postmodern (Postmo).

Di antara empat fase ini, filsafat abad pertengahan kiranya memiliki karakteristik yang khas dibanding fase-fase lainnya. Karena, pada fase inilah, tradisi berpikir (filsafat) bersentuhan langsung dengan tradisi beragama (teologi).

Hiruk pikuk para filosof berpilin erat dengan semangat para pemuka agama. Hasilnya, di beberapa tempat dan masa, filsafat dapat berpadu harmonis dengan nilai-nilai agama. Saling berkontribusi positif dalam memperkaya wawasan intelektual manusia dan peradaban.

Tetapi, di lain tempat dan masa (juga masih dalam masa abad pertengahan), keduanya saling meniadakan. Bertikai dan berselisih satu sama lain. Jejak-jejaknya pun dapat kita lihat hingga sekarang. 

Paham sekuler yang memisahkan urusun dunia dengan akhirat (agama), jadi contoh nyata permusuhan filasafat kontra agama, atau sebaliknya.

Filsafat Abad Pertengahan

Latar belakang dimulainya filsafat abad pertengahan adalah sikap ekstrem para pemuka agama Nasrani di dunia Barat (Eropa) pada 476-1492 M. Pada masa ini, para pemuka agama Nasrani (pihak gereja) membatasi aktivitas berpikir para filosof. 

Berdalih keimanan, segala potensi akal yang bertentangan dengan keyakinan para gerejawan, dibabat habis. Para filosof dianggap murtad, dihukum berat (dikucilkan) hingga hukuman mati.

Akibatnya, ilmu pengetahuan terhambat dan nyaris tidak berkembang. Semuanya diatur oleh doktrin-doktrin gereja yang berdasarkan keyakinan buta (fanatik). Sehingga, filsafat abad pertengahan disebut juga dengan nama abad kegelapan. Masa saat peradaban manusia dikungkung oleh banyak ketidaktahuan.

Namun, fakta sejarah ini tidak berlaku di dunia Islam (Timur Tengah). Berpusat di Bagdad, peradaban manusia tumbuh subur seiring dengan perkembangan filsafat yang pesat. Di sini, filsafat tidak dianggap sebagai ancaman. 

Bahkan, filsafat jadi sumbu utama maju dan berkembangnya ilmu pengetahuan (science) dan teknologi. Bermitra harmonis dengan nilai-nilai agama.

Bagdad sebagai pusat peradaban Islam, dikenal sebagai negeri 1.001 malam karena tingginya perababan yang dimiliki. Bagdad pun dikenal memiliki perpustakaan terbesar di dunia pada saat itu. Lebih dari satu juta buku tersimpan.

Karenanya, berdasarkan interaksi filsafat dengan agama (teologi), filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode. Yaitu: periode skolastik Islam dan skolastik Kristen.

Skolastik Islam

Ciri utama dari skolastik Islam adalah dikajinya kembali pemikiran para filosof klasik, seperti Socrates, Plato, dan terutama Aristoteles. Telaah-telaah pemikiran mereka, kemudian dikembangkan dan disesuaikan untuk menjawab tantangan pada masa itu.

Para ahli fikir skolastik Islam di antaranya Al-Kindi, Al-Farabi, Ar-Razi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd, dan lain-lain. Di tangan para filosof skolastik Islam ini, sumbangan pemikiran dari para filosof sebelumnya (filosof klasik), dapat dipahami dan dikaji lebih mendalam.

Termasuk jadi bahan utama perkembangan filsafat di Eropa, yaitu berkontribusi dalam periode skolastik Kristen. Dan, memberikan spirit kebebasan berpikir para filosof.

Skolastik Kristen

Dalam perkembangannya, periode skolastik Kristen terbagi menjadi tiga masa. Yaitu, Skolastik Awal (abad 9 – 12 M), Skolastik Keemasan (abad 13–14 M), dan Skolastik Akhir (abad 14–15 M).

Setiap masa memiliki cirinya masing-masing. Skolastik awal ditandai dengan kebangkitan pemikiran dari kungkungan gerejawan yang telah membatasi filsafat. Atau, setidaknya mengarahkan filsafat agar sesuai dengan doktrin-doktrin agama. Walaupun filsafat belum sepenuhnya lepas dari pemikiran teologi kristiani.

Masa skolastik keemasan, kajian pemikiran Aristoteles jadi ciri utama. Seiring dengan menjamurnya kajian pemikiran para filosof klasik (Yunani) di dunia Islam, filosof di Eropa juga ikut terpengaruh. Mereka turut serta memperdalam filsafat dan ilmu pengetahuan. Tampak dari semakin banyaknya universitas pendidikan ilmu pengetahuan yang dibuka.

Pada skolastik akhir, terjadi stagnansi pemikiran filsafat. Menurunnya minat berfilsafat dan nyaris tidak ada pemikiran original yang terlahir. Sebagian besar pemikiran filsafat pada masa ini hanya mengikuti pemikiran-pemikiran para filosof sebelumnya.

Keadaan ini akhirnya menjadi salah satu sebab dimulainya pemikiran filsafat pada fase berikutnya, yaitu filsafat modern. Ditandai dengan munculnya renaissance sekitar abad XV dan XVI M. Yang bermaksud melahirkan kembali kebudayaan klasik Yunani-Romawi secara paripurna.

Posting Komentar untuk " Filsafat Abad Pertengahan"